Perlu Waktu Mengeksekusi Putusan MK

By Admin

nusakini.com--Mahkamah Konstitusi( MK) telah mengeluarkan putusan tentang aliran kepercayaan di kolom agama dalam KTP. Tapi, putusan itu, tak bisa kemudian hari ini diketok, besok langsung dieksekusi. Butuh waktu, untuk menyesuaikan. Karena implikasinya kepada soal teknis dan anggaran. Juga sosialisasi. 

"Pertanyaannya apa dapat langsung dilaksanakan? Kira-kira bisa tidak hari Rabu diputuskan, Kamis langsung melaksanakan, saya mengatakan tidak mungkin," kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh, dalam acara Lokakarya Pers Kelompok Kerja Wartawan Kementerian Dalam Negeri, di Bandung, kemarin. 

Menurut Zudan, kenapa putusan MK itu tak bisa langsung dieksekusi, karena pemerintah harus mempersiapkan dari sisi perspektif manajemen pemerintahan. Ini sangat penting, untuk pelayanan publik, perencanan pembangunan dan alokasi anggaran. Hal lain yang harus disiapkan pemerintah adalah dari sisi perspektif teknisnya. 

"Teknis ini mudah tetapi perlu waktu karena perlu mengubah aplikasi SIAK, KTP elektronik dan aplikasi KK, " kata dia. 

Tentu dengan keluarnya putusan MK tersebut lanjut Zudan, harus ada penyesuaian. Misalnya, SIAK harus berubah. Pun aplikasi KTP elektronik juga ikut berubah. Ini karena kolom di KTP, harus mengakomodir putusan MK. Jadi kolom agama di KTP yang lama, bagi warga penghayat kepercayaan harus berubah pula. 

"Karena ini (penghayat kepercayaan) masuk dalam kolom KTP elektronik dan mengubah aplikasi KK karena harus muncul juga di dalam KK," kata Zudan. 

Dari perspektif manajemen pemerintahan, lanjut Zudan, pemerintah, dalam ini direktorat kependudukan yang dipimpinnya, juga butuh data yang akurat. Jadi, data penghayat kepercayaan itu harus jelas dulu. Dimana dan ada berapa, harus diketahui. 

"Misalnya Sunda Wiwitan ada dimana, Kaharingan ada dimana, Parmalin ada dimana, sehingga saat menyusun perencanaan pembangunan kita tahu tidak salah mengirim guru Kaharingan tapi kirim ke Kalbar. Jangan disana, kemudian tidak ada (penganutnya)," ujarnya. 

Karena itu, kata Zudan, yang sekarang dilakukan pemerintah adalah, koordinasi dengan berbagai instansi terkait, misalnya dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Itu yang terus dilakukan secara intensif. 

"Walaupun khusus untuk kepercayaan Pak Menag (Menteri Agama), menyatakan khusus untuk kepercayaan urusan ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kata dia. 

Terkait putusan MK sendiri, menurut Zudan, putusannya bersifat konstitusional bersyarat. Maknanya, benar sepanjang ada makna lain yang ditambahkan. Kalau dinyatakan bertentangan itu harus dihapus. Artinya dalam konteks aliran kepercayaan, kolom agama tetap ada ditambah dan dimasukkan terkakt dengan penghayat kepercayaan. 

"Kemudian pasal dibatalkan tentang keberlakuan database bagi penghayat karena sudah dimunculkan dalam KK dan dimunculkan dalam KTP elektronik, otomatis nama penghayat kepercayaan tidak boleh hanya muncul di database, tapi juga dalam kolom KTP dan KK juga di database. Itu maksud putusan MK," kata Zudan. 

Dalam perspektif yuridis, lanjut Zudan, jelas putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Dalam konstitusi sendiri, dinyatakan agama dan kepercayaan diatur sebagai hal terpisah. Jadi bukan satu kesatuan. Selain itu, dalam Pasal 58 ayat 2 huruf h UU Administrasi Kependudukan, agama dan keyakinan juga ditempatkan sebagai dua hal terpisah, namun memiliki kedudukan setara. 

"Ini perspektif yuridisnya, pertama harus dilaksanakan, kedua agama dan kepercayaan dua hal berbeda terpisah tetapi setara. Itu perspektif yuridis. Bagaimana perspektif manajemen permerintahannya. Bagaimana teknisnya. Jadi kami di pemerintahan itu melihat putusan MK minimal dalam tiga perspektif. Tidak boleh melihat dari sisi yuridisnya saja," kata Zudan.(p/ab)